Ophi

Ophi

Kamis, 16 Juni 2016

Hubungan Interpersonal, Cinta dan Perkawinan, Serta Pekerjaan dan Waktu Luang

Hubungan Interpersonal
Model Pertukaran Sosial:
Teori pertukaran sosial adalah salah satu teori sosial yang mempelajari bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain, kemudian seseorang itu menentukan keseimbangan antara pengorbanan dan keuntungan yang didapatkan dari hubungan itu. Setelah seseorang menentukan keseimbangannya, ia akan menentukan jenis hubungan dan kesempatan memperbaiki hubungan atau tidak sama sekali. Ketika kita berinteraksi dengan orang lain tanpa terasa ada hubungan resiprok didalamnya. Paling tidak ada 3 hal yang kita pertukarkan, yaitu : Ganjaran, Pengorbanan, Keuntungan.

Analisis Transaksional:
Salah satu pendekatan psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. Analisis Transaksional (AT) dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.

Pembentukan Kesan dan Ketertarikan Interpersonal Dalam Memiliki Hubungan
            Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Menurut Ellen Berscheid (Berscheid, 1985; Berscheid & Peplau, 1983; Berscheid & Reis 1998) menyatakan bahwa apa yang membuat orang-orang dari berbagai usia merasa bahagia, dari daftar jawaban yang ada, yang tertinggi atau mendekati tertinggi adalah membangun dan mengelola persahabatan dan memiliki hubungan yang positif serta hangat. Tiadanya hubungan yang bermakna dengan orang-orang lain membuat individu kesepian, kurang berharga, putus asa, tak berdaya dan keterasingan. Ahli Psikologi Sosial Arthur Aron menyatakan bahwa motivasi utama manusia adalah “Ekspresi Diri (self expression)”. Penyebab ketertarikan, dimulai dari awal rasa suka hingga cinta berkembang dalam hubungan yang erat meliputi:
·        Aspek kedekatan
·        Kesamaan
·        Kesukaan timbal balik
·        Ketertarikan fisik dan kesukaan

Model Peran, Konflik dan Adequancy Peran Serta Autentitas Dalam Hubungan Peran

Model Peran
            Model peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi “disini pada saat ini”. Model peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan persaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Model peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Model peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi berupa sikap, nilai, perasaan dan sistem keyakinan.

Konflik
            Merupakan adanya pertentangan yang timbul didalam seseorang (intern) dengan orang lain (ekstern) yang ada disekitarnya. Konflik dapat berupa perselisihan, adanya ketegangan, atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih.

Adequancy Peran dan Autentitas Dalam Hubungan Peran
            Kecukupan perilaku yang diharapkan pada seseorang yang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri ataupun orang lain menyangkut peran-peran tersebut.

Intimasi dan Hubungan Pribadi
            Kebutuhan intimasi merupakan suatu kebutuhan akan hubungan dengan orang lain dan merupakan kebutuhan terdalam pada diri setiap manusia untuk mengetahui seseorang secara lebih dekat, seperti merasa dihargai, diperhatikan, saling bertukar pendapat keinginan untuk selalu berbagi dan menerima serta perasaan saling memiliki sehingga terjalin keterikatan yang semakin kuat dan erat.
Faktor penyebab intimasi:
·        Keluasan : seberapa banyak aktifitas yang dilakukan bersama.
·        Keterbukaan : adanya saling keterbukaan diri.
·        Kedalaman : saling berbagi.
Bentuk-bentuk hubungan intimasi:
·        Persaudaraan
·        Persahabatan
·        Percintaan

CINTA DAN PERKAWINAN
Memilih pasangan
            Sebelum membentuk sebuah rumah tangga dalam pernikahan, sebaiknya kita harus memilih pasangan dulu. Memiliki kriteria untuk pasangan itu penting. Tapi jangan jadikan hal ini untuk membuat Anda menjadi pemilih. Karenanya itu akan membuat Anda susah sendiri untuk mendapatkan pasangan. Bila ingin memiliki pasangan hidup yang baik maka kita juga harus baik. Tak ada sesuatu didunia ini yang untuk mendapatkannya tidak memerlukan pengorbanan. Segala sesuatu itu ada harganya termasuk bila ingin mendapatkan pasangan hidup yang baik. Tuhan telah memasangka manusia sesuai dengan karakter dan derajat mereka masing-masing. Manusia yang baik berpasangan dengan yang baik pula, begitu juga dengan sebaliknya.

Hubungan dalam perkawinan
            ketika pasangan suami-istri memasuki kehidupan perkawinan, tidak mungkin proses mengenal dan memahami berhenti begitu saja. Ada 5 tahapan perkembangan dalam kehidupan perkawinan
·        Tahap Pertama : Romantic
Pasangan suami-istri merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi disaat bulan madu pernikahan. Pasangan akan selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
·        Tahap Kedua : Dissapointment or Distress
Pasangan suami-istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangannya.
·        Tahap Ketiga : Knowladge and Awareness
Pasangan suami-istri akan berusaha untuk saling mengerti dan menghindari terjadinya konflik.
·        Tahap Keempat : Transformation
Pasangan suami-istri akan mengalami perubahan dikarenakan sudah mendapatkan cara dari pihak lain tentang kebahagian rumah tangga.
·        Tahap Kelima : Real Love
Pasanga suami-istri akan saling memberi dan menerima keadaan pasangannya. Cinta, kasih sayang, saling memahami, saling memberi, saling mengisi dan melengkapi setiap tahapnya. Ditahap ini tidak ada lagi saling menyalahkan dan egois.

Penyesuaian dan pertumbuhan dalam perkawinan
Perkawinan tidak berate mengikat pasangan sepenuhnya. Dua orang ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam perkawinan, banyak terkaitnya dengan relasi baru sebagai kesatuan serta terbentuknya hubungan antara keluarga suami dan keluarga istri.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri, dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pada pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.

Perceraian dan perkawinan kembali
Banyak pasangan suami-istri yang menikah pada akhirnya harus bercerai. Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan sudah tidak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta kepada pemerintah untuk dipisahkan.
Faktor penyebab perceraian yaitu:
·        Ketidak harmonisan dalam rumah tangga
·        Krisis moral dan akhlak
·        Adanya masalah dalam perkawinan
·        Pernikahan tanpa cinta
·        Perzinahan

Alternative selain pernikahan
            Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan menitikarir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa. Tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya banyak pria dan wanita yang memilih untuk tetap hidup melajang. Alasan yang paling sering dilakukan oleh para single yaitu tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta izin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
            Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapatkan prioritas pertama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih berkonsentrasi dan fokus pada pekerjaan. Sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas keluar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan dengan karyawan yang telah menikah.

Melajang adalah sebuah pilihan dan bukan paksaan, selama pelajang itu menikamati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seseorang yang telah cocok dihatinya. 

PEKERJAAN DAN WAKTU LUANG
Pekerjaan
Karakteristik pribadi saya, saya orang yang berusaha cepat untuk menyelesaikan tugas ataupun pekerjaan yang diberikan. Saat mood saya baik, semua pekerjaan saya akan terlaksana dengan baik. Namun jika tidak, maka akan mempengaruhi pekerjaan saya sendiri. karakteristik pekerjaan yang cocok menurut saya yaitu tidak terlalu berat dan tidak memakan waktu yang lama untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Misalnya berkonseling atau bertukar cerita kepada orang lain.

Waktu Luang
Saya menggunakan waktu luang dengan bersantai dirumah, atau bermain bersama keluarga ataupun teman. Disaat keluarga saya mempunyai waktu luang dan saya juga, maka kami akan pergi bersama untuk lebih mengakrabkan diri dan bersosialisasi dengan alam terbuka. Misalnya pergi ke Mall hanya untuk makan siang bersama atau berbelanja bersama. 


Sumber:
  • Hall, S Calvin, Lindzey, Gardner. (2009). Teori-teori Psikodinamika. Yogyakarta:Kanisius
  • Waite, L.J. & Gallagher, M. (2003). Selamat menempuh hidup baru: Manfaat perkawinan dari segi kesehatan, psikologi, seksual, dan keuangan. Diterjemahkan oleh: Eva Yulia Nukman. Bandung: Mizan Media Utama.
  • Lubis, Yati Utoyo. (2002). Aspek psikologis dari poligami: Telaah kasuistik. Makalah seminar.