Konsep Sehat
Konsep sehat berdasarkan Dimensi Emosi, Dimensi Intelektual, Dimensi Sosial, Dimensi Fisik dan Dimensi Spiritual.
1.
Dimensi Emosi
: merupakan
dimensi yang dilihat dari reaksi emosinya seperti bahagia, sedih, gelisah,
marah. Untuk mengetahui Kesehatan Emosinya dapat dilihat dari cara
mengekspresikan emosinya. Jika seseorang dengan mudah mengontrol emosinya maka
sehat pulalah mentalnya.
2.
Dimensi Intelektual
: merupakan
dimensi yang dilihat dari bagaimana seseorang berfikir dilihat pula dari
wawasan, logika dan pertimbangannya, serta alasannya. Apabila pikiran seseorang
itu sehat terlihat dari cara berfikir orang tersebut.
3.
Dimensi Sosial
: merupakan
dimensi yang dilihat dari tingkah lakunya dalam keluarga, kelompok sosial,
serta penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah laku. Kesehatan sosial dalam
dimensi sosial ini dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam mempertahankan
suatu hubungan dengan orang lain, juga perilaku dalam kehidupan bermasyarakat.
Tanpa membedakan ras, suku, agama, status sosial, dan lain sebagainya.
4.
Dimensi Fisik
: merupakan
dimensi yang dilihat dari kondisi tubuh seseorang. Kesehatan fisik dapat
dilihat dari seseorang yang tidak merasakan sakit ataupun memang secara
objektif tidak terlihat sakit sama sekali.
5.
Dimensi Spiritual
: merupakan
dimensi yang dilihat dari kepercayaan dan praktek agamanya. Seseorang dengan
kesehatan spiritual biasa mengekspresikan diri dengan mengucap syukur, pujian,
dan kepercayaannya terhadap Tuhan.
Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Sejarah mencatat bahwa di Zaman dahulu manusia
mengasumsikan bahwa seseorang yang mengalami ganguan mental atau tidak sehat
itu disebabkan oleh suatu tindakan dari mahluk halus (gaib) yang merasuki
dirinya dan pikirannya sehingga penderita tersebut harus di jauhi, diasingkan
dan dirantai di suatu goa-goa atau penjara penjara bawah tanah. Namun karena
semakin majunya perkembangan zaman dan manusia mulai berahli pada pemikiran
yang ilmiah maka mereka pun mulai menyimpulkan pendapat yang lebih logis
menganai penyakit mental. Kesehatan menurut Freud (1991) “suatu kondisi yang
dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagian yang dicirikan oleh fungsi
yang normal dan tidak adanya penyakit”, juga sampai pada kesimpulan mengenai
kesehatan sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit sebagai salah satu ciri
kalau organisme disebut sehat.
Kesehatan mental dicetuskan oleh Adolf Meyer (Psychiater) berdasarkan saran Beers(mantan penderita sakit mental), membantu perkembangan gerakan usaha kesehatan mental. dialah yang mengemukakan istilah "Mental Hygiene". Di Amerika pada tahun 1908 terbentuk suatu organisasi "Connectitude Society for Mental Hygiene". Pada tahun 1909 berdirilah "National Committee for Mental Hygiene". Di Inggris pada tahun 1842 berdirilah organisasi "The Society for improving the Condition Assosiation for the Protection of the Insane and the Prevention of Insanity". Mental Hygiene disebut juga ilmu kesehatan mental merupakan ilmu pengetahuan yang masih muda. Dulu orang berpendapat gangguan keseimbang mental disebabkan oleh gangguan roh jahat.
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan "jasamaniah, ruhaniyah dan sosial" yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunannya, dan memelihara serta mengembangkannya. Menurut Dian Mohammad Anwar (Forum Komunikasi dan Studi Kesehatan Jiwa Islami Indonesia), pengertian kesehatan dalam Islam lebih merujuk kepada pengertian yang terkandung dalam kata afiat. Konsep Sehat dan Afiat itu mempunyai makna yang berbeda meskipun tak jarang hanya disebut dengan salah satunya, karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang terkandung dalam kata yang tidak disebut. Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan dan afiat diartikan sebagai perlindungan Allah SWT untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipudaya. Oleh karena itu, pasti semua orang ingin memiliki mental yang sehat tanpa terganggu apapun. Karna kesehatan mental dapat mempengaruhi aktivitas kita.
Kesehatan mental dicetuskan oleh Adolf Meyer (Psychiater) berdasarkan saran Beers(mantan penderita sakit mental), membantu perkembangan gerakan usaha kesehatan mental. dialah yang mengemukakan istilah "Mental Hygiene". Di Amerika pada tahun 1908 terbentuk suatu organisasi "Connectitude Society for Mental Hygiene". Pada tahun 1909 berdirilah "National Committee for Mental Hygiene". Di Inggris pada tahun 1842 berdirilah organisasi "The Society for improving the Condition Assosiation for the Protection of the Insane and the Prevention of Insanity". Mental Hygiene disebut juga ilmu kesehatan mental merupakan ilmu pengetahuan yang masih muda. Dulu orang berpendapat gangguan keseimbang mental disebabkan oleh gangguan roh jahat.
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan "jasamaniah, ruhaniyah dan sosial" yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunannya, dan memelihara serta mengembangkannya. Menurut Dian Mohammad Anwar (Forum Komunikasi dan Studi Kesehatan Jiwa Islami Indonesia), pengertian kesehatan dalam Islam lebih merujuk kepada pengertian yang terkandung dalam kata afiat. Konsep Sehat dan Afiat itu mempunyai makna yang berbeda meskipun tak jarang hanya disebut dengan salah satunya, karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang terkandung dalam kata yang tidak disebut. Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan dan afiat diartikan sebagai perlindungan Allah SWT untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipudaya. Oleh karena itu, pasti semua orang ingin memiliki mental yang sehat tanpa terganggu apapun. Karna kesehatan mental dapat mempengaruhi aktivitas kita.
Pendekatan Kesehatan Mental
meliputi Orientasi Klasik, Orientasi Penyesuaian Diri, Orientasi Perkembangan
Potensi.
a.
Orientasi Klasik
: Menurut
pandangan ini, seseorang yang tidak mempunyai keluhan tertentu seperti
ketegangan, rasa lelah, cemas, atau persaan yang tak berguna, serta mengganggu
kegiatan sehari-hari dapat dikatakan sebagai individu yang sehat. Seseorang
yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat
digolongkan sebagai individu yang sehat.
b.
Orientasi Penyesuaian Diri
: Menurut pandangan ini, penentuan sehat atau
sakitnya mental seseorang dilihat sebagai derajat kesehatan mental. Selain itu,
berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental dipahami sebagai
kondisi kepribadian individu secara utuh. Penentuan derajat kesehatan mental
bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan
dan perkembangan individu dalam lingkungannya. Kesehatan mental seseorang
sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat dimana ia
hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan
pencapaian-pencapaian sosialnya Individu yang sehat akan melihat realitas
terhadap masalah yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan
dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil.
c. Orientasi Perkembangan Potensi
: Menurut pandangan ini, kesehatan mental terjadi apabila potensi-potensu kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang secara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Seseorang dianggap sehat bila mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif, sehingga dapat meninggalkan kualitas dirinya.
Referensi :
c. Orientasi Perkembangan Potensi
: Menurut pandangan ini, kesehatan mental terjadi apabila potensi-potensu kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang secara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Seseorang dianggap sehat bila mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif, sehingga dapat meninggalkan kualitas dirinya.
Referensi :
- Schultz, Duane. (2011). Psikologi Pertumbuhan : Model-model kepribadian sehat. Yogyakarta : Kanisius
- Semioun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Kanisius
- Sarwano, Sarlito W. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers.
- Kartono, Kartini. (2000). Mental Hygiene, Penerbit Maju Mundur, Bandung.
- Bastaman, H.D. (2003). Buku Kenangan Kongres 1 Asosiasi Psikologi Islami. UMS, Surakarta.
- Yusuf, Syamsu. (2004). Mental Hygiene Perkembangan Mental dalam kajian Psikologi dan Agama. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
- Burhanuddin, Yusak. (1999). Kesehatan Mental. Bandung : CV Pustaka Setia
Teori Kepribadian Sehat
1. Aliran Psikoanalisa
1. Aliran Psikoanalisa
Sigmund freud merupakan tokoh Psikoanalisa pada tahun 1856-1938. Dalam teorinya Freud mengembangkan tentang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa dengan konsep yaitu perilaku dan pikiran dengan mengatakan bahwa kebanyakan apa yang kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan atau dorongan yang mencari permunculan dalam perilaku dan pikiran. Dalam teori Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu energi psikis yang sangat dinamis yaitu Id, Ego, dan Super Ego, dengan Id merupakan bagian paling sederhana (primitif) dalam kepribadian, Ego merupakan bangian "eksekutif" dari kepribadian yang berfungsi secara rasional berdasarkan prinsip kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara realistis, yaitu dimana Ego berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaska oleh Id berdasarkan kenyataan, dan pada dasarnya Super Ego merupakan hati nurani seseorang dimana berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau salah. Karena itu Super Ego berorientasi pada kesempurnaan. Kepribadian yang baik menurut psikoanalisis adalah jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah. Belajar mengatasi tekanan dan kecemasan, serta keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego. Kepribadian yang sehat menurut psikoanalisis : Mental yang sehat ialah seimbangnya fungi dari super ego terhadap id dan ego. Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya. Dapat menyesuaikan keadaan dengan berbagai dorongan dan keinginan.
2. Aliran Behavioristik
John
B. Watson merupakan tokoh Behaviorisme pada tahun 1879-1958. Dalam teorinya,
Watson menjelaskan bahwa yang dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati,
bukan kesadaran karena merupakan pengertian yang meragukan (dubious). Behaviorisme
menolak bahwa pikiran merupakan subjek psikologi dan bersikeras bahwa psikologi
memiliki batas pada studi tentang perilaku dari kegiatan-kegiatan manusia dan binatang
yang dapat diamati. Behaviorisme merupakan proses belajar serta peranan
lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar dalam menjelaskan perilaku
dan semua bentuk tingkah laku manusia. Semua tingkah laku termasuk tingkah laku
yang tidak dikehendakipun, diperoleh dengan belajar dari lingkungan. Teori behavioristik adalah proses belajar serta
peranan lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar dalam menjelaskan
perilaku dan semua bentuk tingkah laku manusia. Pavlov, Skinner, dan Watson dalam
berbagai eksperimen mencoba menunjukkan betapa besarnya pengaruh lingkungan
terhadap tingkah laku Aliran behaviorisme mempunyai ciri penting yaitu :
Menekankan pada respon-respon yang dikondisikan sebagai elemen dari perilaku,
Menekankan pada perilaku yang dipelajari dan perilaku yang tidak dipelajari.
Behaviorisme menolak kecendrungan pada perilaku yang bersifat bawaan, serta
Memfokuskan pasa perilaku binatang. Menurutnya, tidak ada perbedaan alami
antara perilaku manusia dan perilaku binatang. Kepribadian yang sehat menurut
behavioristik: Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain
dan lingkungannya. Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh
pengalaman. Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena
manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan mereka sendiri.
3. Aliran Humanistik
3. Aliran Humanistik
Aliran
humanistik merupakan konstribusi dari psikolog-psikologi terkenal seperti Gordon Allport, Abraham Maslow, dan Carl
Rogers yang mulai pada tahun 1950-an. Menurut aliran humanistik kepribadian
yang sehat, seseorang dituntut untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam
dirinya sendiri. Bukan saja mengandalkan pengalaman-pengalaman yang terbentuk
pada masa lalu dan memberikan diri untuk belajar mengenai suatu pola yang baik
dan benar sehingga menghasilkan respon individu yang bersifat pasif. Menurut
Maslow psikologi humanisti mengarahkan perhatiannya pada humanisasi psikologi
yang menekankan keunikan manusia. Manusia adalah makhluk kreatif yang
dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri bukan oleh
kekuatan ketidaksadaran. Ciri dari kepribadian sehat adalah mengatualisasikan
diri, bukan respon pasif buatan atau seseorang yang terimajinasikan oleh
pengalaman masa lalunya. Akulturasi diri adalah mampu mengedepankan keunikan
dalam pribadi seseorang, karena setiap orang memiliki hati nurani dan kognisi
untuk menimbang-nimbang segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Aliran humanistik
juga menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan
untuk menyatakan diri dan mengatualisasikan diri. Kepribadian yang sehat
menurut humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri: Lebih
memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara
tradisi, otoritas, atau mayoritas. Jujur, menghindari kepura-puraan dalam
“bersandiwara”. Serta memikul tanggung jawab dan bekerja keras untuk apa saja
yang ingin dilakukan.
Membedakan Aliran Psikoanalisa, Behavioristik, Humanistik tentang Kepribadian Sehat
Membedakan Aliran Psikoanalisa, Behavioristik, Humanistik tentang Kepribadian Sehat
- Aliran Psikoanalisa dalam Kepribadian sehat cenderung mengatasi tekanan dan kecemasan dengan belajar dan menyeimbangkan fungsi dari Id, Ego, dan Super Ego.
- Aliran Behavioristik dalam Kepribadian sehat cenderung menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang obyektif.
- Aliran Humanistik dalam Kepribadian sehat cenderung mencoba hal-hal baru dan menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
4. Pendapat Allport
Menurut Allport Propium yang berarti Konsep Diri merupakan istilah dari "Propriate" seperti dalam kata "appropriate". Proprium menunjuk kepada sesuatu yang dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang. Itu berarti bahwa proprium (self) terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik. Allport menyebutnya "Saya sebagaimana dirasakan dan diketahui".
Proprium berkembang dari masa bayi sampai masa remaja melalui 7 tingkat "diri". Perkembangan dari daya dorong kedepan, intensi-intensi, aspirasi-aspirasi, dan harapan-harapan orang itu mendorong kepribadian yang matang. Sasaran-sasaran yang menentukan ini dalam pandangan Allport sangat penting untuk kepribadian sehat. 7 tingkat diri atau proprium ini berkembang dari masa bayi sampai masa remaja.
1. Diri
Jasmaniah : Kita tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang diri, perasaan
tentang diri bukan bagian dari warisan keturunan kita. Bayi tidak dapat
membedakan antara diri (”saya”) dan dunia sekitarnya. Berangsur-angsur, dengan
makin bertambah kompleksnya belajar dan pengalaman-pengalaman preseptual, maka
akan berkembang suatu perbedaan yang kabur antara sesuatu yang ada ”dalam saya”
dan hal-hal lain diluarnya”.
2. Identitas
Diri : Pada tingkatan ke 2 perkembangan, muncullah perasaan identitas diri.
Anak mulai sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang
terpisah.
3. Harga
Diri : Tingkat ke 3 dalam perkembangan proprium ialah timbulnya harga diri. Hal
ini menyangkut perasaan bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar
mengerjakan benda-benda atas usahanya sendiri pada tingkat ini, anak ingin
membuat benda-benda, menyelidiki dan memuaskan perasaan ingin tahunya tentang
lingkungan, memanipulasi dan mengubah lingkungan itu.
4. Perluasan
Diri (Self Extension) : Tingkat perkembangan diri berikutnya, perluasan diri,
mulai sekitar usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari orang-orang lain dan
benda-benda dalam lingkungannya dan fakta bahwa beberapa diantaranya adalah
milik anak tersebut.
5. Gambaran
Diri : Gambaran diri berkembang pada tingkat berikutnya. Hal ini menunjukan
bagaimana anak melihat dirinya dan pendapatannya tentang dirinya, gambara ini
(atau rangkaian gambaran-gambaran) berkembang dari interaksi-interaksi antara
orang tua dan anak.
6. Diri
Sendiri Pelau Rasional : Setelah anak mulai sekolah, diri sebagai prilaku
rasional mulai timbul aturan-aturan dan harapan-harapan baru dipelajari dari
guru-guru dan teman sekolah serta hal yang lebih ialah diberikannya
aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan intelektual.
7. Perjuangan
Diri : Dalam masa remaja, kembangan diri (self hood) timbul, Allport percaya
bahwa masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan. Orang sibuk
dalam mencari identitas diri yang baru, sangat berbeda dari identitas diri pada
usia 2 tahun. Pertanyaan “siapakah saya” sangat penting.
Suatu
kegagalan atau kekecewaan yang hebat pada setiap tingkat melumpuhkan penampilan
tingkat-tingkat berikutnya serta menghambat integrasi harmonis. Dari
tingkat-tingkat itu dalam proprium dengan demikian pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan kepribadian yang sehat. Proprium
itu tidak dibawa sejak lahir, melainkan berkembang karena usia.
Ciri-ciri Kepribadian
yang matang menurut Allport
1. Ekstensi
sense of self
2. Hubungan
hangat atau akrab dengan orang lain
3. Penerimaan
diri
4. Pandangan-pandangan
realistis, keahlian dan penugasan
5. Objektifikasi
diri
6. Filsafat
hidup
Refrensi :
- Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta : Universita Gunadarma
- Lindsay, Gardner. (1993). Psikologi Kepribadian 3 Teori-Teori Kepribadian dan Behavioristik. Yogyakarta : Kanisius
- Burhanuddin, Yusak. (1999). Kesehatan Mental. Bandung : CV Pustaka Setia
- Sutardjo A. Wiraminardja. (2010). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika Aditama
- Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers.
- Schultz, Duane. (2011). Psikologi Pertumbuhan : model-model kepribadian sehat. Yogyakarta : Kanisius
- Semioun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Kanisius