Ophi

Ophi

Kamis, 17 Maret 2016

KESEHATAN MENTAL

Konsep Sehat

Konsep sehat berdasarkan Dimensi Emosi, Dimensi Intelektual, Dimensi Sosial, Dimensi Fisik dan Dimensi Spiritual.
1.   Dimensi Emosi
: merupakan dimensi yang dilihat dari reaksi emosinya seperti bahagia, sedih, gelisah, marah. Untuk mengetahui Kesehatan Emosinya dapat dilihat dari cara mengekspresikan emosinya. Jika seseorang dengan mudah mengontrol emosinya maka sehat pulalah mentalnya.
2.   Dimensi Intelektual
: merupakan dimensi yang dilihat dari bagaimana seseorang berfikir dilihat pula dari wawasan, logika dan pertimbangannya, serta alasannya. Apabila pikiran seseorang itu sehat terlihat dari cara berfikir orang tersebut.
3.   Dimensi Sosial
: merupakan dimensi yang dilihat dari tingkah lakunya dalam keluarga, kelompok sosial, serta penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah laku. Kesehatan sosial dalam dimensi sosial ini dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam mempertahankan suatu hubungan dengan orang lain, juga perilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Tanpa membedakan ras, suku, agama, status sosial, dan lain sebagainya.
4.   Dimensi Fisik
: merupakan dimensi yang dilihat dari kondisi tubuh seseorang. Kesehatan fisik dapat dilihat dari seseorang yang tidak merasakan sakit ataupun memang secara objektif tidak terlihat sakit sama sekali.
5.   Dimensi Spiritual
: merupakan dimensi yang dilihat dari kepercayaan dan praktek agamanya. Seseorang dengan kesehatan spiritual biasa mengekspresikan diri dengan mengucap syukur, pujian, dan kepercayaannya terhadap Tuhan.

Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Sejarah mencatat bahwa di Zaman dahulu manusia mengasumsikan bahwa seseorang yang mengalami ganguan mental atau tidak sehat itu disebabkan oleh suatu tindakan dari mahluk halus (gaib) yang merasuki dirinya dan pikirannya sehingga penderita tersebut harus di jauhi, diasingkan dan dirantai di suatu goa-goa atau penjara penjara bawah tanah. Namun karena semakin majunya perkembangan zaman dan manusia mulai berahli pada pemikiran yang ilmiah maka mereka pun mulai menyimpulkan pendapat yang lebih logis menganai penyakit mental. Kesehatan menurut Freud (1991) “suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagian yang dicirikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit”, juga sampai pada kesimpulan mengenai kesehatan sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit sebagai salah satu ciri kalau organisme disebut sehat.
Kesehatan mental dicetuskan oleh Adolf Meyer (Psychiater) berdasarkan saran Beers(mantan penderita sakit mental), membantu perkembangan gerakan usaha kesehatan mental. dialah yang mengemukakan istilah "Mental Hygiene". Di Amerika pada tahun 1908 terbentuk suatu organisasi "Connectitude Society for Mental Hygiene". Pada tahun 1909 berdirilah "National Committee for Mental Hygiene". Di Inggris pada tahun 1842 berdirilah organisasi "The Society for improving the Condition Assosiation for the Protection of the Insane and the Prevention of Insanity". Mental Hygiene disebut juga ilmu kesehatan mental merupakan ilmu pengetahuan yang masih muda. Dulu orang berpendapat gangguan keseimbang mental disebabkan oleh gangguan roh jahat. 
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan "jasamaniah, ruhaniyah dan sosial" yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunannya, dan memelihara serta mengembangkannya. Menurut Dian Mohammad Anwar (Forum Komunikasi dan Studi Kesehatan Jiwa Islami Indonesia), pengertian kesehatan dalam Islam lebih merujuk kepada pengertian yang terkandung dalam kata afiat. Konsep Sehat dan Afiat itu mempunyai makna yang berbeda meskipun tak jarang hanya disebut dengan salah satunya, karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang terkandung dalam kata yang tidak disebut. Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan dan afiat diartikan sebagai perlindungan Allah SWT untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipudaya. Oleh karena itu, pasti semua orang ingin memiliki mental yang sehat tanpa terganggu apapun. Karna kesehatan mental dapat mempengaruhi aktivitas kita.

Pendekatan Kesehatan Mental meliputi Orientasi Klasik, Orientasi Penyesuaian Diri, Orientasi Perkembangan Potensi.
a.    Orientasi Klasik
: Menurut pandangan ini, seseorang yang tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, atau persaan yang tak berguna, serta mengganggu kegiatan sehari-hari dapat dikatakan sebagai individu yang sehat. Seseorang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sebagai individu yang sehat.
b.   Orientasi Penyesuaian Diri
: Menurut pandangan ini, penentuan sehat atau sakitnya mental seseorang dilihat sebagai derajat kesehatan mental. Selain itu, berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental dipahami sebagai kondisi kepribadian individu secara utuh. Penentuan derajat kesehatan mental bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu dalam lingkungannya. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat dimana ia hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya Individu yang sehat akan melihat realitas terhadap masalah yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil.
c. Orientasi Perkembangan Potensi
     : Menurut pandangan ini, kesehatan mental terjadi apabila potensi-potensu kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang secara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Seseorang dianggap sehat bila mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif, sehingga dapat meninggalkan kualitas dirinya. 

Referensi :

  • Schultz, Duane. (2011). Psikologi Pertumbuhan : Model-model kepribadian sehat. Yogyakarta : Kanisius
  • Semioun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Kanisius
  • Sarwano, Sarlito W. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers.
  • Kartono, Kartini. (2000). Mental Hygiene, Penerbit Maju Mundur, Bandung.
  • Bastaman, H.D. (2003). Buku Kenangan Kongres 1 Asosiasi Psikologi Islami. UMS, Surakarta.
  • Yusuf, Syamsu. (2004). Mental Hygiene Perkembangan Mental dalam kajian Psikologi dan Agama. Bandung : Pustaka Bani Quraisy.
  • Burhanuddin, Yusak. (1999). Kesehatan Mental. Bandung : CV Pustaka Setia

Teori Kepribadian Sehat

1. Aliran Psikoanalisa 
Sigmund freud merupakan tokoh Psikoanalisa pada tahun 1856-1938. Dalam teorinya Freud mengembangkan tentang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa dengan konsep yaitu perilaku dan pikiran dengan mengatakan bahwa kebanyakan apa yang kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan atau dorongan yang mencari permunculan dalam perilaku dan pikiran. Dalam teori Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu energi psikis yang sangat dinamis yaitu Id, Ego, dan Super Ego, dengan Id merupakan bagian paling sederhana (primitif) dalam kepribadian, Ego merupakan bangian "eksekutif" dari kepribadian yang berfungsi secara rasional berdasarkan prinsip kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara realistis, yaitu dimana Ego berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaska oleh Id berdasarkan kenyataan, dan pada dasarnya Super Ego merupakan hati nurani seseorang dimana berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau salah. Karena itu Super Ego berorientasi pada kesempurnaan. Kepribadian yang baik menurut psikoanalisis adalah jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah. Belajar mengatasi tekanan dan kecemasan, serta keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego. Kepribadian yang sehat menurut psikoanalisis : Mental yang sehat ialah seimbangnya fungi dari super ego terhadap id dan ego. Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya. Dapat menyesuaikan keadaan dengan berbagai dorongan dan keinginan.

2. Aliran Behavioristik 
John B. Watson merupakan tokoh Behaviorisme pada tahun 1879-1958. Dalam teorinya, Watson menjelaskan bahwa yang dipelajari adalah perilaku yang dapat diamati, bukan kesadaran karena merupakan pengertian yang meragukan (dubious). Behaviorisme menolak bahwa pikiran merupakan subjek psikologi dan bersikeras bahwa psikologi memiliki batas pada studi tentang perilaku dari kegiatan-kegiatan manusia dan binatang yang dapat diamati. Behaviorisme merupakan proses belajar serta peranan lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar dalam menjelaskan perilaku dan semua bentuk tingkah laku manusia. Semua tingkah laku termasuk tingkah laku yang tidak dikehendakipun, diperoleh dengan belajar dari lingkungan. Teori behavioristik adalah proses belajar serta peranan lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar dalam menjelaskan perilaku dan semua bentuk tingkah laku manusia. Pavlov, Skinner, dan Watson dalam berbagai eksperimen mencoba menunjukkan betapa besarnya pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku Aliran behaviorisme mempunyai ciri penting yaitu : Menekankan pada respon-respon yang dikondisikan sebagai elemen dari perilaku, Menekankan pada perilaku yang dipelajari dan perilaku yang tidak dipelajari. Behaviorisme menolak kecendrungan pada perilaku yang bersifat bawaan, serta Memfokuskan pasa perilaku binatang. Menurutnya, tidak ada perbedaan alami antara perilaku manusia dan perilaku binatang. Kepribadian yang sehat menurut behavioristik: Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain dan lingkungannya. Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh pengalaman. Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan mereka sendiri.

3. Aliran Humanistik
Aliran humanistik merupakan konstribusi dari psikolog-psikologi terkenal seperti  Gordon Allport, Abraham Maslow, dan Carl Rogers yang mulai pada tahun 1950-an. Menurut aliran humanistik kepribadian yang sehat, seseorang dituntut untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sendiri. Bukan saja mengandalkan pengalaman-pengalaman yang terbentuk pada masa lalu dan memberikan diri untuk belajar mengenai suatu pola yang baik dan benar sehingga menghasilkan respon individu yang bersifat pasif. Menurut Maslow psikologi humanisti mengarahkan perhatiannya pada humanisasi psikologi yang menekankan keunikan manusia. Manusia adalah makhluk kreatif yang dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihan-pilihannya sendiri bukan oleh kekuatan ketidaksadaran. Ciri dari kepribadian sehat adalah mengatualisasikan diri, bukan respon pasif buatan atau seseorang yang terimajinasikan oleh pengalaman masa lalunya. Akulturasi diri adalah mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi seseorang, karena setiap orang memiliki hati nurani dan kognisi untuk menimbang-nimbang segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Aliran humanistik juga menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri dan mengatualisasikan diri. Kepribadian yang sehat menurut humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri: Lebih memperhatikan perasaan diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas, atau mayoritas. Jujur, menghindari kepura-puraan dalam “bersandiwara”. Serta memikul tanggung jawab dan bekerja keras untuk apa saja yang ingin dilakukan.

Membedakan Aliran Psikoanalisa, Behavioristik, Humanistik tentang Kepribadian Sehat

  • Aliran Psikoanalisa dalam Kepribadian sehat cenderung mengatasi tekanan dan kecemasan dengan belajar dan menyeimbangkan fungsi dari Id, Ego, dan Super Ego.
  • Aliran Behavioristik dalam Kepribadian sehat cenderung menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang obyektif. 
  • Aliran Humanistik dalam Kepribadian sehat cenderung mencoba hal-hal baru dan menjalani hidup seperti seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya. 

4. Pendapat Allport
Menurut Allport Propium yang berarti Konsep Diri merupakan istilah dari "Propriate" seperti dalam kata "appropriate". Proprium menunjuk kepada sesuatu yang dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang. Itu berarti bahwa proprium (self) terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik. Allport menyebutnya "Saya sebagaimana dirasakan dan diketahui". 
Proprium berkembang dari masa bayi sampai masa remaja melalui 7 tingkat "diri". Perkembangan dari daya dorong kedepan, intensi-intensi, aspirasi-aspirasi, dan harapan-harapan orang itu mendorong kepribadian yang matang. Sasaran-sasaran yang menentukan ini dalam pandangan Allport sangat penting untuk kepribadian sehat. 7 tingkat diri atau proprium ini berkembang dari masa bayi sampai masa remaja. 
1.  Diri Jasmaniah : Kita tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang diri, perasaan tentang diri bukan bagian dari warisan keturunan kita. Bayi tidak dapat membedakan antara diri (”saya”) dan dunia sekitarnya. Berangsur-angsur, dengan makin bertambah kompleksnya belajar dan pengalaman-pengalaman preseptual, maka akan berkembang suatu perbedaan yang kabur antara sesuatu yang ada ”dalam saya” dan hal-hal lain diluarnya”.
2.  Identitas Diri : Pada tingkatan ke 2 perkembangan, muncullah perasaan identitas diri. Anak mulai sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang terpisah.
3.  Harga Diri : Tingkat ke 3 dalam perkembangan proprium ialah timbulnya harga diri. Hal ini menyangkut perasaan bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar mengerjakan benda-benda atas usahanya sendiri pada tingkat ini, anak ingin membuat benda-benda, menyelidiki dan memuaskan perasaan ingin tahunya tentang lingkungan, memanipulasi dan mengubah lingkungan itu.
4.  Perluasan Diri (Self Extension) : Tingkat perkembangan diri berikutnya, perluasan diri, mulai sekitar usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari orang-orang lain dan benda-benda dalam lingkungannya dan fakta bahwa beberapa diantaranya adalah milik anak tersebut.
5.  Gambaran Diri : Gambaran diri berkembang pada tingkat berikutnya. Hal ini menunjukan bagaimana anak melihat dirinya dan pendapatannya tentang dirinya, gambara ini (atau rangkaian gambaran-gambaran) berkembang dari interaksi-interaksi antara orang tua dan anak.
6.  Diri Sendiri Pelau Rasional : Setelah anak mulai sekolah, diri sebagai prilaku rasional mulai timbul aturan-aturan dan harapan-harapan baru dipelajari dari guru-guru dan teman sekolah serta hal yang lebih ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan intelektual.
7.  Perjuangan Diri : Dalam masa remaja, kembangan diri (self hood) timbul, Allport percaya bahwa masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan. Orang sibuk dalam mencari identitas diri yang baru, sangat berbeda dari identitas diri pada usia 2 tahun. Pertanyaan “siapakah saya” sangat penting.
Suatu kegagalan atau kekecewaan yang hebat pada setiap tingkat melumpuhkan penampilan tingkat-tingkat berikutnya serta menghambat integrasi harmonis. Dari tingkat-tingkat itu dalam proprium dengan demikian pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak sangat penting dalam perkembangan kepribadian yang sehat. Proprium itu tidak dibawa sejak lahir, melainkan berkembang karena usia.

Ciri-ciri Kepribadian yang matang menurut Allport
1.  Ekstensi sense of self
2.  Hubungan hangat atau akrab dengan orang lain
3.  Penerimaan diri
4.  Pandangan-pandangan realistis, keahlian dan penugasan
5.  Objektifikasi diri
6.  Filsafat hidup

Refrensi :

  • Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta : Universita Gunadarma
  • Lindsay, Gardner. (1993). Psikologi Kepribadian 3 Teori-Teori Kepribadian dan Behavioristik. Yogyakarta : Kanisius
  • Burhanuddin, Yusak. (1999). Kesehatan Mental. Bandung : CV Pustaka Setia
  • Sutardjo A. Wiraminardja. (2010). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : Refika Aditama
  • Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers.
  • Schultz, Duane. (2011). Psikologi Pertumbuhan : model-model kepribadian sehat. Yogyakarta : Kanisius
  • Semioun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Kanisius