Ophi

Ophi

Rabu, 05 November 2014

Manusia dan Keadilan








KEADILAN
Keadilan sendiri memiliki banyak arti yang berbeda. Salah satunya Aristoteles, mengatakan bahwa Keadilan merupakan Kelayakan dalam tindakan Manusia. Maksudnya, bila Dua orang yang memiliki kesamaan ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing dari mereka harus mendapatkan benda atau hasil yang sama, dan apabila mereka tidak mendapatkan hasil yang sama maka telah terjadi ketidak adilan. Selain Aristoteles, Plato juga mengatakan bahwa Keadilan itu diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. 

Adapun Socrates menggambarkan Keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrate, Keadilan tercipta apabila Warga Negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar. Mengapa Socrates menggambarkan keadilan pada pemerintahan? Karena pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika Masyarakat. Pendapat umum juga menjelaskan bahwa Keadilan itu adalah Pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara Hak dan Kewajiban. 

KEADILAN SOSIAL
Kita sebagai manusia pasti ingin ada Keadilan dalam hidup kita. Begitupun dengan Negara kita ini, karena itu keadilan social dimasukkan kedalam Pancasila, yaitu sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”. Keadilan social yang dimaksud dalam pancasila ini adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang Adil dan Makmur. Setiap Manusia berhak untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Kita tahu bahwa keadilan social itu belum sepenuhnya diterapkan dinegara kita, namun para pemimpin serta seluruh rakyat Indonesia masih berusaha untuk menggapai sila ke-5 itu. Adapun 5 wujud keadilan sosial yang diperinci dalam perbuatan dan sikap bangsa yang perlu diperbaiki, yaitu :
  1. Perbuatan Luhur yang mencerminkan sikap dan suasana keluarga dan gotong royong.
  2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara Hak dan Kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
  3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
  4. Sikap suka bekerjasama.
  5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama.


Adapun asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain :
  1.  Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya Sandang, Pangan, dan Perumahan.
  2.  Pemerataan memperoleh Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan.
  3. Pemerataan pembagian pendapatan.
  4. Pemerataan kesempatan kerja.
  5. Pemerataan kesempatan berusaha.
  6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
  7. Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh wilayah tanah air.
  8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.


Keadilan dan ketidak adilan juga menjadi bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa dipisahkan. Tetapi dibalik itu, keduanya dapat menghasilkan hal positif juga bagi manusia, yaitu Daya kreativitas manusia. Seperti yang kita tahu bahwa banyak hasil seni yang lahir dari imajinasi ketidak adilan, seperti Drama, puisi, novel, music, dan lain sebagainya.

BERBAGAI MACAM KEADILAN
          1. Keadilan Moral atau Keadilan Legal
Menurut Plato, Keadilan dan Hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Than Man Behind The Gun). Plato menyebutnya sebagai keadilan Moral, sedangkan Sunoto menyebutnya sebagai keadilan Legal.

Keadilan timbul akibat penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat jika setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik dan benar. Ketidak adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian.

2. Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana jika hal-hal yang sama diperlakukan secara sama, dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama (Justice is done when equals are treated equally).

3. Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles, pengertian Keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstream menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

KEJUJURAN
          Kejujuran atau Jujur adalah Apa yang dikatakan seseorang dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Kenyataan yang ada itu adalah perbuatan yang dilarang oleh Agama dan Hukum. Untuk itu kita dituntut satu kata dan satu perbuatan, yang berarti bahwa apa yang kita katakana harus sama dengan perbuatannya. Jujur juga berarti menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan, dan niat. Seseorang yang tidak menepati niatnya berarti mendustai diri sendiri.

            Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran merupakan wujud dari keadilan, sedangkan keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula berdusta, sekalipun dusta itu dapat menguntungkanmu. Barang siapa berkata jujur serta bertindak sesuai dengan kenyataannya, artinya orang itu berbuat benar. “Orang bodoh yang jujur lebih baik daripada Orang pintar yang tidak jujur.”.

          Pada hakekatnya kejujuran dilandasi dengan kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa kepada Tuhan. Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik dan buruk. Disana manusia dihadapkan kepada pilihan antara halal dan haram, yang boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan.
Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut M. Alamsyah dalam bukunya budi nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran illahi (M. Alamsyah 1986:83).

KECURANGAN
          Curang atau kecurangan adalah Apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya, atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha, sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar. Keuntungan disini adalah keuntungan berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.

Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat sekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada 4 Aspek yaitu :
1.   Aspek Ekonomi
2.   Aspek Kebudayaa
3.   Aspek Peradaban
4.   Aspek Teknik

Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan dengan wajar, maka
Segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hokum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.

PEMULIHAN NAMA BAIK
          Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang atau tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya.

          Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu:
1. Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral.
2. Ada aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.

Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.

PEMBALASAN
          Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan, dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan pun diberikan pembalasan yang seimbang, yaitu siksaan di neraka.

Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapatkan pembalasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan, menimbulkan pembalasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial.

Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia bermuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban manusia lain. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

 SUMBER : 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar